Junjung Toleransi, Warga Bali di Tenggarong Arak Ogoh-Ogoh Selepas Isya

Arak-arakan ogoh-ogoh disekitar pura Payogan Agung Kutai, di Tenggarong, berlangsung meriah
Foto: Endi

Arak-arakan ogoh-ogoh oleh masyarakat Bali yang bermukim di kota Tenggarong berlangsung semarak. Ogoh-ogoh diarak berkeliling dengan diiringi penerangan cahaya obor yang dibawa puluhan muda mudi, Senin (27/03) tadi malam.

Ogoh-ogoh berbentuk makhluk raksasa dan menyeramkan ini diarak mulai dari halaman pendopo Pura Payogan Agung Kutai, Kelurahan Loa Ipuh, kemudian dibawa berkeliling ke kawasan sekitar pura melewati pemukiman warga.

Perwujudan Bhuta Kala tersebut diarak berkeliling pada malam pengerupukan atau satu hari sebelum Hari Raya Nyepi. Kemeriahan mengarak ogoh-ogoh diiringi pula dengan menabuh bebunyian sehingga menarik perhatian masyarakat.

Pemimpin pelaksanaan ritual Pura Payogan Agung Kutai, Ida Pinandita Dwija Ida Bagus Made Agung Dwijatanaya, mengatakan, arak-arakan ogoh-ogoh biasanya dilaksanakan sore hari hingga menjelang malam. 

"Namun kita menyesuaikan dengan kondisi masyarakat setempat, karena disekitar sini terdapat langgar dan masjid, maka ogoh-ogoh diarak setelah umat muslim selesai melaksanakan ibadah sholat Isya," tuturnya semalam.

Kendati demikian, lanjutnya, arak-arakan ogoh-ogoh untuk pertama kalinya ini ternyata mendapat respon positif dari warga sekitar, bahkan tak sedikit warga yang mengabadikan arak-arakan tersebut menggunakan kamera ponselnya.

Usai diarak berkeliling, ogoh-ogoh kemudian dibakar disekitar kawasan Pura Payogan Agung Kutai
Foto: Endi

"Ini bentuk toleransi umat Hindu Bali di Tenggarong, ternyata masyarakat sekitar menyambut baik. Mudah-mudahan di tahun mendatang ritual seperti ini bisa kembali dilaksanakan lebih meriah lagi, dan tidak hanya satu ogoh-ogoh, tapi bisa dua atau lebih," ucap Made.

Ogoh-ogoh ini, kata Made, dibuat dengan dengan dana swadaya dan merupakan hasil kreativitas anak-anak muda yang tergabung dalam Peradah Kabupaten Kutai Kartanegara didukung Insititut Seni Budaya (ISBI) Kaltim yang berada di Tenggarong.

"Ogoh-ogoh sendiri bermakna menghilangkan sifat gelap dan negatif, semua itu dilebur hingga munculah suatu hal atau vibrasi yang positif, sehingga tahun berikutnya dapat berkarya dengan didukung oleh pikiran-pikiran positif," jelasnya.

Usai diarak berkeliling, Ogoh-ogoh kemudian dibakar dengan disaksikan seluruh warga. "Ini sebagai pertanda bahwa seluruh roh roh jahat yang menyertai makhluk raksasa itu sudah diusir dan dimusnahkan," terang Made.

Hari Raya Nyepi tahun Caka 1939 Saka jatuh pada hari ini, Selasa 28 Maret 2017. Seluruh umat Hindu yang merayakannya melakukan ritual Amati Geni, Amati Karya, Amati Lelungan, dan Amati Lelanguan yang berlangsung selama 24 jam. 

Dan esok hari, Rabu (29/03) dilaksanakan upacara Ngembak Geni yang dipergunakan melaksanakan Dharma Shanty, saling berkunjung dan maaf memaafkan sehingga umat Hindu bisa memulai tahun baru Caka dengan hal-hal baru yang positif. (end)

Tidak ada komentar:

Write a Comment


Top