kutaikartanegaranews »
COVID-19
,
News
»
Penjelasan Martina Yulianti Terkait Lamanya Masa Inkubasi Pasien Klaster Gowa
Penjelasan Martina Yulianti Terkait Lamanya Masa Inkubasi Pasien Klaster Gowa
Juru bicara gugus tugas percepatan penanganan COVID-19 Kukar Martina Yulianti (Foto: Endi) |
Juru bicara gugus tugas percepatan penanganan COVID-19 Kukar Martina Yulianti memberikan penjelasan terkait masa inkubasi pasien pelaku perjalanan peserta Ijtima Gowa atau klaster Gowa yang tidak sesuai dengan masa inkubasi yang ditetapkan WHO yaitu 1-14 hari.
Baca: Lonjakan Kasus di Kukar, Bertambah 10 Orang Terkonfirmasi Positif Corona
Baca: Lonjakan Kasus di Kukar, Bertambah 10 Orang Terkonfirmasi Positif Corona
Dikatakannya, hal ini diluar dari kondisi normal, dimana sebenarnya diluar negeri sudah banyak penelitian-penelitan atau riset yang dilakukan oleh para ahli terkait COVID-19.
"Secara umum memang 2-14 hari, tapi tetap ada yang kita sebut sebagai outlier population, jadi maksudnya orang diluar populasi yang umum yaitu bisa sampai lebih dari 28 hari," ujar Yuli, Rabu (06/05).
Masa inkubasi diluar kaidah umum atau anomali bisa terjadi, mengingat ilmu kedokteran adalah ilmu hayat bukan hitung-hitungan secara matematika.
"Untuk bisa menyimpulkan ini lebih jauh, kita harus melihat jamaah Ijtima' Gowa di seluruh dunia atau di Asia Tenggara," ucapnya.
Terkait masa inkubasi peserta Ijtima' Gowa dari Kukar yang melebihi 14 hari, dirinya tidak bisa berkomentar banyak, namun itu merupakan fakta, sebab Dinas Kesehatan dan Gugus Tugas yang mengurusi hal ini tidak mengada-ada.
"Kenapa pada saat rapid yang pertama negatif, kedua positif, kemudian sampai mengakibatkan di karantina lebih dari 30 hari, itu adalah kenyataannya. Pemeriksaan rapid itu bisa saja negatif kalau belum terjadi anti bodi didalam tubuh seseorang, apabila diperiksa pada hari kesekian dimana anti bodinya sudah terbentuk, maka itu akan menunjukkan hasil yang positif," jelas Yuli.
Apakah masih ada virus itu didalam tubuh pelaku perjalanan tersebut, ia menyebutkan jika saat dilakukan PCR pada 23 April lalu, virus itu memang masih ada dan sesuai dengan IgM nya yang masih positif.
"Nah apakah sekarang masih ada virusnya atau tidak, kita tidak tahu karena tidak melakukan pemeriksaan sekarang. Saran saya kita menunggu hasil PCR yang diambil pada tanggal 4 Mei kemarin supaya tahu virus tersebut apakah masih ada atau tidak," katanya.
Mengenai kerangka waktu inkubasi, Yuli tidak mengetahui secara persis kapan peserta ijtima itu tertular, apakah pada hari pertama ke Gowa dan hari berikutnya atau pada saat pulang dalam perjalanan.
"Atau kah mungkin yang tertular duluan temannya yang sekarang sudah menjadi negatif dan yang bersangkutan tertular selama berinteraksi disini (Kukar), itu juga mungkin. atau kita kenal dengan istilah double eksposure, jadi dia tertular dua kali sehingga masih memanjang (inkubasi)," bebernya.
Diungkapkan lagi, dari ratusan peserta Ijtima' Gowa di Kukar, tidak sampai 30 orang yang hasil rapid tesnya positif.
"Artinya, mungkin yang lain bisa tidak tertular, bisa dia dalam masa penyembuhan. Ini bukan untuk diperdebatkan karena ini adalah fakta tentang penyakit. Siapa pun kita tidak ada yang kebal terhadap COVID-19, tidak ada yang pasti sehat," tegasnya.
Menurut Yuli, faktor non teknis turut berpengaruh, sehingga tidak dapat menegakkan diagnosis secara ideal, dimana seharusnya jika menemukan orang yang diduga terpapar langsung dilakukan rapid test dan ketika hasilnya reaktif dilakukan PCR hingga hari berikutnya.
"Tapi kan yang terjadi kita tidak bisa melakukan kondisi yang ideal karena alat untuk pengembang biakan virus atau VTM (Virus Transport Media) tidak selalu tersedia. Andaikan tersedia kita harus mengirim dan menunggu ekspedisi yang tidak setiap hari bisa dikirim ke Surabaya, sampai di Surabaya tidak selalu langsung diperiksa karena harus antri dengan ratusan bahkan ribuan sampel yang berasal dari seluruh Indonesia bagian timur," sambungnya.
Delay yang sangat panjang tersebut termasuk rekapan sampel, belum lagi hasilnya harus dikirimkan terlebih dahulu ke Dinas Kesehatan Provinsi Kaltim, baru setelahnya ke Dinas Kesehatan Kukar, sehingga mengakibatkan masa karantina lebih panjang.
"Oleh karena itu kita tidak bisa ideal mengatakan kamu sudah negatif dan bisa keluar karantina, karena tidak ada bukti, sehingga mau tidak mau harus berada di karantina. Sekali lagi jangan biarkan diri anda tertular, karena kalau sudah tertular panjang ceritanya. Virus ini sudah bermutasi 11 kali dan kita tidak tahu disini mutasi keberapa dari induknya di Wuhan sana," tandas Yuli. (end)
Tidak ada komentar: