Minim Fasilitas, Ponpes Rahmatullah di Perangat Mampu Kuliahkan Santrinya

Kondisi masjid ponpes Rahmatullah di desa Perangat, hingga kini masjid ini belum tertutup dinding
Foto: Endi

Pondok pesantren (Ponpes) Rahmatullah terletak di desa Perangat Selatan, Kecamatan Marangkayu, Kutai Kartanegara (Kukar). Ponpes yang berdiri pada tahun 1995 ini awalnya dibangun diatas tanah tempat pembuangan limbah.

"Awalnya ini lahan bekas limbah, lalu kami mengajukan permohonan ke perusahaan pemiliknya, kami lantas diberikan 3/4 hektar, kemudian sejalan dengan hasil zakat infaq yang masuk, kami membeli dan menambah lahan disini," ujar Pengasuh dan pendiri Ponpes Rahmatullah, H Lalu Syamsul Hakim, baru-baru ini.

Kepada kutaikartanegaranews, Sabtu (11/02) pekan lalu, pria asal Lombok Nusa Tenggara Barat itu menceritakan, perlahan lahan dari waktu ke waktu lahan ponpes terus bertambah hingga mencapai 16 hektar. 

"Alhamdulillah tanah-tanah ini sudah bersertifikat yang awalnya kita beli dari warga yang tidak betah disini, kebanyakan mereka pulang kampung atau kembali ketempat asalnya," kata Syamsul.

Perjuangan dan niat tulus dari Syamsul pun berusaha diwujudkan meski banyak tantangan yang harus dihadapi, apalagi santri yang belajar di ponpes ini berasal dari kalangan fakir miskin dan yatim piatu. karena itulah dirinya mendidik para santri dengan cara pengenalan diri.

"Seperti lagu kebangsaan kita, bangunlah jiwanya barulah bangun badannya, kami mencoba mengkondisikan santri-santri kita bisa mengenal diri, manakala dia sudah bisa mengenal diri, apapun program yang kita lakukan akan sukses," tuturnya.

Dalam pengenalan diri itulah Samsul mendidik santri-santrinya melalui praktek langsung meski dengan kondisi ponpes yang masih jauh dari kata layak. "Awalnya kami dulu pakai atap alang-alang dibawah pohon karet, kami ajarkan mereka (santri, red) bertani, mereka diajarkan berkebun dan beternak ayam, nah dari sana kami memulai sambil mengajarkan Al-Quran," ucapnya.

Sementara untuk terus membangun pesantren, dana yang terkumpul dari zakat infaq masyarakat digunakan semaksimal mungkin. "Kita belikan pasir, semen dan kita buat batako. sehingga jadilah ruang belajar untuk santri laki-laki dan perempuan, ini semua dibangun para santri," ujar Syamsul.

Untuk makan sehari-hari, pengasuh ponpes dan para santri menggarap kebun dan menanam sayur-sayuran. "Makannya ini kita biayai dari hasil karet, dan dari bantuan spontan yang datang tidak terduga," tukasnya.

Saat ini sambungnya, santri yang belajar di ponpes itu tidaklah banyak yakni sekitar 66 orang dan seluruhnya tinggal di asrama. Syamsul pun mengatakan jika anak didiknya sangat membutuhkan perhatian dari berbagai pihak.

"Sekali lagi, anak-anak yang masuk disini membutuhkan suatu perhatian, sehingga mereka bisa diarahkan ke jalan yang baik," ucapnya lagi.

Sebuah pengalaman juga diceritakan Syamsul kala ponpes yang dipimpinnya mendapatkan dana hibah dari pemkab Kukar pada tahun 2011. "Waktu itu mendapatkan hibah prosesnya luar biasa ruwet sekali, sudah dianggarkan tapi mencairkan membutuhkan waktu, bahkan sekian bulan kita mondar mandir mengurusnya," kenangnya.

Pendiri dan pengasuh pondok pesantren Rahmatullah desa Perangat, Marangkayu, H Lalu Syamsul Hakim
Foto: Zaenul

Ponpes Rahmatullah sendiri memiliki ruangan belajar terpisah untuk santri laki-laki dan perempuan. Namun demikian, bangunan kelas yang ada sangat sederhaa dan hanya terbuat dari kayu, sedangkan masjid yang ada ditengah ponpes hingga kini belum ditutupi dinding.

Para santri yang menuntut ilmu di ponpes ini, lanjut Syamsul, umumnya berasal dari sekitar wilayah Kaltim. "Ada yang dari Muara Ancalong, Balikpapan, Bontang, Marangkayu, dan Sambera, mereka itu adalah anak-anak yang membutuhkan perhatian dari kita," imbuhnya. 

Hebatnya, pesantren yang telah meluluskan 160 orang santri ini meski minim sarana dan fasilitas, namun para pengasuhnya berupaya membantu pendidikan santrinya ke jenjang pendidikan lebih tinggi.

"Mereka yang berprestasi kita kuliahkan juga, sudah 98 anak yang kita kuliahkan dari biaya kita, dan banyak yang sudah sarjana, dan kembali mengabdi ke pesantren maupun tempat asalnya," beber Syamsul.

Sejalan waktu, Syamsul dan pengasuh ponpes lainnya bertekad untuk mencetak santri yang mandiri dan bermanfaat bagi umat, bangsa dan negara. "Harapannya, kelak para santri kami akan menjadi manusia paripurna yang cerdas intelektual dan juga cerdas spritualnya," cetusnya. (end)









Tidak ada komentar:

Write a Comment


Top