Ketua APJI: Jagung Bisa Jadi Alternatif Sumber Ekonomi

Ketua APJI dan Plt Bupati Kukar saat panen perdana demfarm uji 10 varietas jagung di desa Batu-Batu
Foto: Endi

Pasca panen perdana pada Kamis (12/04) lalu, Asosiasi Petani Jagung Indonesia (APJI) membeberkan alasan dipilihnya desa Batu-Batu, kecamatan Muara Badak, Kutai Kartanegara (Kukar) sebagai Demfarm uji 10 varietas jagung.

"Kenapa Kutai Kartanegara, karena Pak Plt Bupatinya sangat welcome, lahannya luas. Ya kami dari APJI di Jakarta mencoba apa sih yang tidak bisa dilakukan disana (Desa Batu-Batu, Red), lalu kita cari lahan yang sangat ekstrim dulu," ujar Ketua APJI Nasional Sholahudin.

Lahan ekstrim dengan tanah berpasir ini, kata Sholahudin, justru menjadi tantangan tersendiri untuk menguji tanaman jagung dari varietas NK-7328, BISI-18, NK-6172, NK-212, NK-959, DK-77, DK-771, ADV-78, Tondano-T2 dan HI-Cron Petro.

"Kalau ekstrim ini sudah bisa mewujudkan jagung apalagi yang lahan bagus, dan ternyata disini pH nya tinggi, basah sekali yakni 9, padahal secara teknis untuk tanaman jagung kita kebutuhannya disini 5 sampai 6 saja, jadi perlu beberapa perlakuan khusus," jelasnya.

Tantangan lainnya, tanah berpasir yang diberi pupuk sewaktu-waktu bisa larut ketika hujan turun. Namun kondisi ini bisa diatasi seperti halnya saat APJI melakukan pengujian di Bangka Belitung.

"Kami sudah menanam di lahan eks tambang timah, dimana sudah tercuci tanahnya diambil timahnya, Alhamdulillah disitu juga berhasil," beber Sholahudin.

Ia pun berharap ada kebijakan dari Pemkab Kukar agar menyerukan kepada masyarakat yang memiliki lahan kosong untuk ditanami jagung.

"Kami hanya butuh kebijakan saja, karena pada dasarnya kalau kita sudah bisa membuktikan dengan jagung ini, maka petani yang punya 10 hektar dan produksinya 7 ton sudah untung 10 juta," sebutnya.

Bahkan menurut Sholahudin, jika satu keluarga petani punya 10 hektar maka pendapatan per empat bulan bisa mencapai Rp 100 juta.

"Itu petani dengan sendirinya akan ikut menanam jagung, kita perlu kebijakan saja, seruan khusus kepada masyarakat bahwa lahan-lahan kosong yang saat ini belum terpakai segera untuk dibuka," pintanya.

Tanaman jagung, sambung Sholahudin, bisa menjadi alternatif sumber ekonomi masyarakat, apalagi pemerintah telah menetapkan HPP (Harga Pokok Pembelian) dengan harga terendah jagung nasional yaitu Rp 3.150.

"Kalimantan Timur kita harapkan tidak lagi tidak lagi menyumbang nasional, tetapi kita bisa ekspor ke negara Malaysia karena lebih dekat, dimana Malaysia itu satu tahun butuh 3 juta ton. Insya Allah kalau disini sudah ada seribu ton saja, pasarnya lebih dekat ke Malaysia dari pada ke Surabaya," jelasnya.

Senada dengan Sholahudin, Plt Bupati Edi Damansyah yang juga Ketua Kelompok Tani Nelayan Andalan (KTNA) Kukar, meminta dukungan dari kelompok-kelompok petani untuk terus bergerak mengembangkan tanaman jagung. 

"Melalui revolusi jagung, pemerintah kabupaten Kutai Kartanegara hanya mengintegrasikan seluruh stake holder agar kita fokus dulu kepada jagung, kenapa jagung, karena 90 atau 100 hari sudah panen, pemeliharaannya tidak perlu spesifik dan pasarnya jelas," bebernya.

Pemkab lanjutnya, ingin tanaman jagung terus dikembangkan di Kukar, sekaligus merupakan langkah kongkrit bersama para pemangku kepentingan untuk meningkatkan pendapatan masyarakat.

"Dan terutama untuk mengentaskan kemiskinan di Kutai Kartanegara, salah satunya dari sektor pertanian kita mengembangkan komoditi jagung," kata Edi. (end)

Tidak ada komentar:

Write a Comment


Top