Menyalakan Laduman Saat Ramadhan Jadi Tradisi Tahunan di Desa Jantur

Meriam kayu atau disebut warga desa Jantur dengan Laduman dinyalakan sebagai tanda berbuka puasa
(Foto: Fairuz)

Berbagai tradisi unik saat bulan Ramadhan menjadi ciri khas di masyarakat, salah satunya bisa ditemui di Desa Jantur, Kecamatan Muara Muntai, Kutai Kartanegara (Kukar).

Di desa yang dikenal dengan pemukiman terapung diatas sungai Mahakam ini, sekelompok pemuda setiap sore akan menyalakan dan membunyikan dentuman meriam yang menjadi penanda waktu berbuka puasa.

Kegiatan rutin ini menjadi tontonan menarik warga desa Jantur saat menunggu tibanya buka puasa, suaranya pun akan terdengar hingga radius 4 kilometer.

Saat ditemui pada Rabu (08/04/2023) lalu, Nasrullah warga desa Jantur menjelaskan, dua buah meriam yang terbuat dari kayu nangka air diletakkan diatas sebuah bidang rakit di tepi sungai yang berada tidak jauh dari masjid desa Jantur.

"Kayunya di dapat di sekitar daerah Muara Muntai, diambil utuh dari pohonnya dan setiap tahun diganti. karena tidak tahan lama," ujarnya.

Meriam yang oleh warga setempat disebut dengan laduman ini dibuat 15 hari sebelum masuknya bulan Ramadhan dan dikerjakan secara bergotong royong.

Panjang meriam ini sendiri berukuran 5 hingga 6 meter dan dibuat dengan cara manual, dimana batang kayunya terlebih dahulu dibelah, kemudian pada bagian tengah kayu dikeruk membentuk setengah lingkaran.

Apabila kayu telah terbentuk setengah lingkaran, maka kedua batang kayu disatukan kembali dan dilapisi dengan plat besi dari drum bekas pada seluruh batang kayu, sehingga lebih aman dan kuat saat laduman dinyalakan.

Sebelum dibunyikan, laduman akan dibersihkan terlebih dahulu, kemudian disiramkan air ke seluruh bagian batang kayu, sehingga suaranya akan lebih nyaring terdengar saat dinyalakan.

Selain dibersihkan, salah satu pemuda ada yang bertugas membelah batu karbit menjadi halus dan membaginya beberapa bagian agar lebih mudah ketika dimasukkan kedalam meriam kayu tersebut.

Batu karbit ini fungsinya adalah sebagai sumber suara dentuman laduman yang dibakar menggunakan kain yang dibalut ke ujung kayu panjang sebagai sumbu api.

Setelah siap, maka batu karbit yang telah dibelah menjadi bagian-bagian kecil itu dimasukkan kedalam dua buah laduman dan disiram dengan sebotol air lalu didiamkan 7 sampai 8 menit menjelang berbuka puasa

Nasrullah menambahkan, tardisi ini telah berlangsung turun temurun sejak dahulu, dan oleh warga ataupun pemuda setempat terus dilestarikan hingga sekarang. 

"Karena dahulu kala belum ada radio atau internet seperti sekarang, jadi kemungkinan orang tua dahulu kepikiran untuk membuatnya sebagai tanda untuk berbuka puasa," tandasnya. (fz/mmbse)

Tidak ada komentar:

Write a Comment


Top