Dituding Gunakan Bor Tidak Standar, Ini Klarifikasi Direktur RSUD AM Parikesit

Direktur Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) AM Parikesit Tenggarong Seberang, dr Martina Yulianti
Foto: Candra/Humas RSAMP

Manajemen rumah sakit umum daerah (RSUD) AM Parikesit, Tenggarong Seberang, memberikan klarifikasi terkait beredarnya foto bor orthopedi di sosial media yang dituding mirip peralatan tukang pada saat operasi bedah tulang di rumah sakit milik pemerintah tersebut.

Ditemui diruang kerjanya, Kamis (06/10) kemarin, Direktur RSUD AM Parikesit, dr Martina Yulianti, kepada media ini mengatakan, penggunaan bor saat operasi oleh dokter spesialis ortopedi seperti yang ramai diberitakan tidaklah menjadi masalah asalkan steril.

"Pada dasarnya bor yang digunakan sebagai untuk alat operasi orthopedi itu pada prinsifnya tidak jauh berbeda. Toh sama saja sebenarnya dengan bor-bor lain. Tapi yang penting itu adalah bornya atau mata bornya steril," terangnya.

Selain itu, lanjutnya, tidak semua operasi orthopedi memakai bor dan hanya digunakan untuk pemasangan pen pada pasien bedah tulang, sedangkan mata bor yang digunakan pun khusus disesuaikan dengan tulang manusia. 

"Teman-teman bedah orthopedi yang lain mengatakan tidak masalah yang penting steril, bahkan di luar negeri pun masih menggunakan bor yang seperti itu," kata Yuli.

Jika berbicara bor standar, sambungnya, maka akan sangat relatif, karena yang terpenting adalah sterilitasnya. 

Selaku pimpinan rumah sakit, dirinya juga telah berkonsultasi dengan Perhimpunan Bedah Orthopedi Indonesia (PABOI) Cabang Kaltim terkait penggunaan bor tersebut.

"Ini sudah saya komunikasikan dengan Ketua PABOI dan juga pengurus besar perhimpunan orthopedi pusat," tuturnya.

Yuli pun mempersilahkan jika ada pihak yang meragukan penggunaan bor orthopedi di RSUD AM Parikesit untuk berkomunikasi langsung dengan dr Adi Aryanto Ketua PABOI Cabang Kaltim.

"Bor-bor seperti yang kami gunakan itu masih banyak sebenarnya digunakan oleh rumah sakit lain. Saya sering diskusi juga dengan teman-teman ahli bedah yang lain, mereka jawab itu biasa karena essensinya bukan merk bornya atau bor yang seperti apa, tapi bor yang steril," tegasnya lagi.

Dikatakannya, tidak tepat jika ada tudingan bor yang digunakan ahli bedah saat operasi orthopedi tidak standar. Ia pun mengungkapkan harga bor yang disebut sebagai peralatan medis standar tidak semurah yang diperkirakan publik.

"Bor yang diharapkan yang katanya standar itu bukan murah harganya, tidak semua rumah sakit bisa membeli dalam waktu yang singkat," ucap Yuli.

Pada tahun 2015, lanjutnya, memang ada anggaran untuk pembelian bor orthopedi, namun kala itu belum masuk dalam daftar E-Catalog.

"Kan kita tahu bahwa Inpres tahun 2015 ada instruksi Presiden bahwa semua peralatan pengadaan barang jasa diharapkan ada dalam E-Catalog. Harapannya untuk mengurangi penyelewengan-penyelewangan," jelasnya.

Sementara pada tahun 2015 lalu, bor yang sudah ada dalam E-Catalog adalah bor medis untuk bedah plastik. 

"Nah bor orthopedi ini baru ada tahun 2016, harganya waktu belum masuk E-Catalog itu Rp 1 miliar lebih," ungkapnya.

Kemudian pengajuan permintaan alat bor diajukan oleh dokter spesialis ortopedhi pada tanggal 3 Mei 2016 dan segera dilakukan pemesanan pada PT Transmedik Indonesia per tanggal 9 Juni 2016.

Alat yang dipesan kemudian tiba pada tanggal 1 September 2016 dan dilakukan pemeriksaan serta uji fungsi barang sesuai dengan berita acara pemeriksaan fisik barang nomor 445/6698/682/IX/2016.

Lalu pada tanggal 1 September 2016 telah diserah terimakan ke instalasi CSSD untuk dilakukan penempatan yakni tanggal 2 September 2016, dan telah mulai digunakan pertama kali pada tanggal 9 September 2016.

"Bahkan sebelum alat bor ortopedhi yang dipesan datang, pihak penyedia telah meminjamkan peralatan medis tersebut per tanggal 17 Juni 2016," bebernya.

Yuli juga menepis tuduhan korupsi yang dialamatkan ke pihaknya terkait pengadaan alat kesehatan ini, sebab bor yang dimaksud setelah masuk dalam E-Catalog tahun 2016 harganya menjadi Rp 848,170,840.46. 

Karena itulah berdasarkan ketentuan hukum, pihak RSUD AM Parikesit Tenggarong Seberang melakukan transaksi pengadaan alat bor tersebut melalui E-Catalog.

Ditambahkannya, Pengadaan alkes ini juga tercatat dalam lembar kontrak Nomor 445/4737/029/447/VI/2016 tanggal 9 Juni 2016, tentang perihal kegiatan pengadaan alat kedokteran bedah.

Yuli mengaku, saat ini pihaknya tidak akan larut dalam permasalahan yang mencuat dan akan tetap konsen melayani kesehatan masyarakat.

"Pada prinsifnya kita fokus pada pekerjaan melayani masyarakat, kalau menurut kami itu tidak benar, ya kita tidak perlu lah meladeni. Justru itu akan menghabiskan energi dan mengganggu pelayanan kita," pungkasnya. (end)





 




Tidak ada komentar:

Write a Comment


Top