Selama 2021, DKP Kukar Banyak Terima Laporan Penangkapan Ikan Dengan Alat Setrum

Kepala Bidang  P2TPI dan PSDI Dinas Kelautan dan Perikanan Kukar, Sayid Syarief Fathillah
(Foto: Endi)

Dinas Kelautan dan Perikanan (DKP) Kutai Kartanegara (Kukar) dalam kurun waktu tahun 2021 telah menerima sejumlah laporan terkait penggunaan alat tangkap ikan yang dilarang atau illegal fishing.

Ini diungkapkan Kepala Bidang Perizinan Pengelolaan Tempat Pelelangan Ikan (P2TPI) dan Pengendalian Sumber Daya Ikan (PSDI) DKP Kukar, Sayid Syarief Fathillah, saat ditemui media ini di ruang kerjanya, Selasa (07/12/2021).

Laporan paling banyak diterima adalah penggunaan alat tangkap ikan dengan setrum accu (aki). Alat tangkap jenis ini selain mengancam populasi ikan, juga membahayakan nyawa manusia.

"Kalau di danau biasanya nelayan menggunakan sawaran, tapi sawaran itu berdasarkan Perda Kabupaten Kukar Nomor 13 Tahun 2017 diperbolehkan. Minimal mata jaringnya ada, bukaan ada minimalnya, ada jarak antara sawaran dan tidak boleh monopoli," jelasnya.

Beberapa waktu lalu DKP Kukar bersama tim gabungan dari unsur TNI-Polri dan Satpol PP selaku penegak Perda telah menindak penangkap ikan yang menggunakan setrum di Desa Pela, Kecamatan Kota Bangun. Mereka yang kedapatan menggunakan alat tangkap illegal itu diminta membuat surat pernyataan.

"Alhamdulillah dengan upaya itu intensitas penangkapan ikan dengan cara menyetrum di wilayah tersebut menurun. Sementara di Tenggarong sendiri terkadang pelapor tidak berani mendokumentasikan, sehingga ketika laporan kami tindaklanjuti hasilnya nihil," kata dia.

Terkait illegal fishing, komunikasi bersama perangkat kecamatan dan desa pun telah dilakukan, termasuk kerjasama dengan Yayasan Konservasi RASI. Terakhir pada bulan November lalu dilaksanakan sosialisasi pelestarian ikan di Desa Hambau, Kecamatan Kembang Janggut.

"Harapan kami khususnya kepada para Kepala Desa agar dapat menjadi ujung tombak. Sehingga selain Perda, ada Perdes yang mengatur dilingkungan itu. Jadi kami juga terbantu agar bisa dilakukan pembinaan," pintanya.

Pria bergelar doktor ini menambahkan, penggunaan alat setrum ikan banyak dilaporkan di wilayah Kecamatan Kota Bangun, Muara Wis dan Muara Muntai. Menurutnya, minimnya kesadaran dan pemahaman maupun dukungan masyarakat terhadap upaya pelestarian ikan turut menjadi kendala. 

"Kami pernah dihadang di salah satu desa agar tidak melakukan razia, dimana nelayannya banyak menggunakan rimpa atau trawl yang dapat mengancam habitat ikan. Tapi kami harus menegakkan peraturan dan tidak pilih kasih. Kendala lainnya, kami kekurangan tenaga pengawas dan keterbatasan anggaran," tutur Syarief.

Mengenai pengawasan di kawasan pesisir, dia menyebutkan jika kewenangan itu berada di DKP Provinsi Kaltim. Sedangkan kewenangan DKP Kukar meliputi perairan darat seperti sungai, danau dan waduk.

"Tapi kami juga ada Pokmaswas (Kelompok Masyarakat Pengawas) di pesisir, yang aktif itu di kecamatan Muara Badak dan Marangkayu. Mereka aktif berkat dukungan TNI-AL dan Polair. Ketika razia juga ada pendampingan dari PSDKP (Pengawasan Sumber Daya Kelautan dan Perikanan) pusat," tandasnya.  (end)

Tidak ada komentar:

Write a Comment


Top