Masyarakat Jembayan Hidupkan Tradisi Ngetam Padi Adat Bahari

Masyarakat desa Jembayan melaksanakan prosesi Ngetam Padi Adat Etam Bahari  di dusun Murung KM 7
Foto: Tri Andi Yuniarso

Ngetam Padi Adat Etam Bahari merupakan salah satu tradisi panen padi yang diangkat kembali oleh masyarakat desa Jembayan, kecamatan Loa Kulu, Kutai Kartanegara (Kukar). Prosesi ini dilaksanakan di dusun Durung Km 7, Rabu (01/02) kemarin.

Panitia pelaksana yang diwakili Sekretaris Lembaga Adat Pagar Betis Jembayan, Sofyan, mengatakan, pada jaman dahulu nenek moyang suku Kutai memiliki tradisi dalam hal memotong padi menggunakan alat yang disebut Rekapan.

"Jadi proses memotong itu diawali dengan mengikat padi menggunakan daun padi, kemudian kita ambil tangkainya yang dipotong sebanyak 7 batang. Tangkai yang  dipotong tadi digantung di pondok yang ada di huma (Sawah, Red) tempat penyimpanan padi, setelah itu barulah dimulai proses pemotongan padi yang lain," terangnya.

Padi yang telah dipotong itu kemudian diletakkan didalam pondok hingga setinggi padi yang telah digantung sebelumnya. "Tujuannya dengan niat agar padi yang kita tumpuk tadi jika padi yang diatas telah habis, maka barulah padi yang dibawah juga habis,"tutur Sofyan.

Sofyan mengatakan, dalam proses pengikatan padi biasanya warga akan melakukan ritual dengan menahan nafas dan membaca niat didalam hati agar pemotongan padi tidak cepat selesai. "Artinya, setiap hari saat orang memotong padi itu seakan-akan padinya terus bertambah, itu filosofinya orang-orang tua kita dahulu," jelasnya.

Selain prosesi Ngetam Padi, lanjutnya, juga dilaksanakan Ngande Budaya Huma atau berbincang-bincang mengenai tujuan dari kegiatan yang telah dilakukan sebelumnya. Selanjutnya dilakukan proses pembuatan Lunau dan kemudian merontokkan padi menggunakan bambu yang disebut dengan Mengehor.

"Jadi nanti padi yang sudah dikehor dimasukkan kedalam wajan untuk disangrai yang dalam bahasa Kutai dikenal dengan istilah Mehantui. Setelah dirasa cukup teksturnya, baru padi ditumbuk seperti membuat beras biasa dan ditampi," tukas Sofyan.

Sebelum dimakan bersama oleh warga, undangan, maupun pemilik hajat, beras yang telah dimasak menjadi nasi tersebut diberikan kepada 'Besi' atau alat-alat yang digunakan untuk bertani. "Maksudnya besi-besi ini tadilah yang telah berjasa sehingga padi-padi bisa kita hasilkan," sampainya.

Sementara itu Kepala Desa (Kades) Jembayan, Samsu Arjali, mengapresiasi tradisi bahari yang dihidupkan kembali oleh warga desanya. "Karena tujuannya tiada lain untuk menggalakan gotong royong, kemudian untuk menggali kearifan lokal yang ada di desa kami," ucapnya. 

Dikatakan Kades, prosesi adat ngetam padi bukan hanya dilakukan oleh warga desa Jembayan saja, namun tradisi ini dilakukan oleh masyarakat Kutai sejak jaman dahulu. "Cuma cara ngetam atau panennya yang berbeda yakni menggunakan cara tradisional," ungkapnya.

Selaku Kades, Samsu Arjali akan terus mendukung dihidupkannya tradisi ini oleh Lembaga Adat Pagar Betis dan berencana akan menjadikan tradisi tersebut sebagai agenda tahunan di desa Jembayan. 

"Kami berharap ada support dari instansi terkait, baik Dinas Pendidikan dan Kebudayaan maupun Dinas Pariwisata. Memang panen dengan cara ini sudah ketinggalan jaman, tetapi ini bagian dari upaya menghidupkan budaya Etam, (Kita, Red) sekaligus menjadi nilai tambah bagi masyarakat serta menjadikannya sebagai potensi wisata,"cetus Kades. 

Senada dengan Kades Jembayan, Kepala Dinas (Kadis) Pertanian dan Peternakan (Distanak) Kukar, Sumarlan, mengakui budaya ngetam padi tetap harus dihargai sebagai perjalanan mengenang sejarah pertanian, namun kedepannya pertanian harus lebih modern dengan didukung oleh mekanisasi.

"Dulu tradisi yang berkembang di masyarakat adalah panen dengan menggunakan ani-ani, tapi untuk hal semacam itu untuk saat sekarang kita rasa sangat lambat, kita sekarang sudah mengembangkan mesin panen Combine Harvester, bagaimana padi dipanen menggunakan mesin dan keluar menjadi gabah," imbuhnya.

Pada kesempatan itu Sumarlan menyampaikan penghargaan kepada masyarakat desa Jembayan yang telah berupaya menghidupkan tradisi tersebut. "Karena ini merupakan komitmen dari masyarakat bahwa pertanian menjadi salah satu penopang kehidupan mereka," ujarnya.

Dalam acara ini hadir Kepala Dinas Pariwisata (Kadispar) Sri Wahyuni, Kabid Kebudayaan Dinas Pendidikan dan Kebudayaan (Disdikbud) Erwan Riyadi, Kasdim 0906/Tenggarong Mayor Inf A Inkiriwang, mahasiswa, seniman dan budayawan serta masyarakat desa Jembayan. (end)

Prosesi Mengehor menggunakan bambu untuk merontokkan padi yang dilakukan oleh masyarakat desa Jembayan
Foto: Endi


Tidak ada komentar:

Write a Comment


Top