13 Tahun Jadi Penjual Bendera Musiman


Sumarna (52), sejak 1 bulan terakhir berada di kota Tenggarong, setiap pagi hingga malam laki-laki paruh baya ini menjual bendera merah putih di trotoar tepi jalan S Parman. Ya, setiap tahun menjelang perayaan ulang tahun kemerdekaan republik ini, ia memang menjadi pedagang bendera musiman.

Sumarna (baju batik) 13 tahun menjual bendera
Foto : Endi
Sumarna menuturkan, pertama kali menjadi penjual bendera musiman, dirinya sempat berjualan di kota Banjarmasin, Kalimantan Selatan, namun karena hasil penjualan yang tidak seberapa, Bapak dari 5 anak ini memutuskan untuk mencari tempat berjualan di daerah lain sembari berharap mendapatkan hasil yang lebih baik.

"Ada firasat gak tau dari mana, ah ke sini aja, soalnya dari sana (Red, Bandung) nama Tenggarong udah terkenal," tuturnya. Berbekal niat yang baik untuk berdagang, Sumarna akhirnya menjejakkan kakinya di kota Raja, dan hasilnya, Selama 13 tahun, pria ini betah menjadi penjual bendera musiman.

Selain Sumarna, ada rekan-rekan seprofesinya juga, setiap kali menjelang bulan Agustus, Kakek dengan 8 orang cucu ini bersama para pedagang musiman lainnya berangkat dari Jawa Barat menuju kota Tenggarong. Mereka menyebar di berbagai lokasi, seperti jalan Kartini, Imam Bonjol, KH Akhmad Mukhsin, hingga Wolter Monginsidi.

Bendera-bendera tersebut didapatkannya dari agen besar yang ada di Jawa Barat, Bahkan Sumarna sudah beberapa kali meminta stok tambahan yang dikirimkan melalui paket pos. Tak hanya di kota Tenggarong, Sumarna juga menitipkan dagangannya ke salah satu saudaranya untuk dijual kawasan kecamatan Kota Bangun, Kutai Kartanegara.

Harga bendera yang dijual bervariasi, tergantung jenis dan ukuran, mulai dari Rp 20 ribu hingga Rp 300 ribu, sedangkan umbul-umbul ada dua jenis, merah putih dijual seharga Rp 30 ribu dan warna warni Rp 40 ribu. Pembelinya juga dari berbagai kalangan, jika ada yang menawar, maka ia tak segan memberikan potongan harga. "Kalo ada yang nawar terus gak dikasih, saya kepikiran, makanya dikasih aja kalo ditawar," katanya.

Setiap malam sebelum kembali ke tempat kost, Ia meninggalkan tempatnya berjualan tanpa mengemasi bendera-bendera yang dipajangnya, Sumarna hanya berserah diri kepada Tuhan, dia yakin rezeki dan barang dagangannya sudah ada yang mengatur dan menjaga. "Yah kalo ada yang mau ngambil buat apa, ini mah cuma bendera," ucapnya mengakhiri dalam logat Sunda yang kental. (ekn)


























Tidak ada komentar:

Write a Comment


Top