Umat Hindu di Kota Tenggarong Bakar Patung Ogoh-ogoh

Umat Hindu di kota Tenggarong membakar patung Ogoh-ogoh jelang Nyepi atau Tahun Baru Caka 1940
Foto: Endi

Sehari sebelum hari raya Nyepi Tahun Baru Caka 1940, umat Hindu di kota Tenggarong, Kutai Kartanegara (Kukar) menggelar sejumlah ritual, diantaranya arak-arakan patung Ogoh-ogoh.

Arak-arakan patung Ogoh-ogoh pada Jumat (16/03/2018) malam, diiringi dengan penerangan cahaya obor yang dibawa oleh para muda mudi diantaranya para mahasiswa dari Institut Seni Budaya Indonesia (ISBI) Kaltim.

Sama seperti tahun sebelumnya, arak-arakan Ogoh-ogoh kembali melewati pemukiman warga  sekitar Pura Payogan Agung Kutai, Kelurahan Loa Ipuh, namun kali ini ada beberapa jalan yang menjadi rute tambahan.

"Rutenya dari Pura, Jalan Sangkulirang, lewat depan Puskesmas, Jalan Loa Ipuh Permai dan kembali lagi ke pura," terang Ketua Parisada Hindu Dharma Indonesia (PHDI) Kukar, I Nyoman Surada.

Dikatakannya, tahun ini ada 3 patung Ogoh-ogoh, 1 diantaranya berukuran kecil dan diarak oleh anak-anak.

"Tahun ini lebih ramai karena ada 3 patung Ogoh-ogoh, dan partisipasi masyarakatnya lebih banyak," ucapnya.

Ogoh-ogoh sendiri, lanjutnya, dimaknai sebagai lambang keburukan atau simbol Bhuta Kala yakni sebutan yang diberikan pada sosok mahluk jahat dengan wujud wajah menyeramkan, galak dan muncul sebagai makhluk penggoda.

"Setelah diarak Ogoh-ogoh ini dibakar agar sifat buruk yang ada ikut terbakar supaya tidak mengganggu lingkungan," jelas I Nyoma Surada.

Rangkaian perayaan Nyepi dimulai dengan upacara Melasti, lalu Tawur Agung/Tawur Kesanga atau Pengerupukan, dan malam harinya dilaksanakan pawai Ogoh-ogoh. 

Kemudian umat Hindu akan melaksanakan Catur Brata Penyepian yaitu Amati Geni (Tidak boleh menyalakan api), Amati Karya (Tidak boleh beraktivitas), Amati Lelungan (Tidak boleh bepergian keluar rumah) dan Amati Lelanguan (Tidak boleh menyalakan TV/radio atau yang bersifat hiburan).

"Besok (Hari ini, Red) sudah mulai Nyepi sampai hari Minggu jam 6 pagi atau selama 24 jam," sambung I Nyoman Surada.

Selanjutnya dilakukan upacara Ngembak Geni, maknanya, tapa brata yang dilaksanakan selama 24 Jam (Nyepi) diakhiri dan kembali bisa beraktivitas seperti biasa.

Tradisi Ngembak Geni biasanya diisi dengan kegiatan mengunjungi kerabat dan saudara untuk mesima krama, bertegur sapa sambil mengucapkan selamat hari raya dan bermaaf-maafan. (end)

Tidak ada komentar:

Write a Comment


Top