Tanaman Porang Bernilai Ekonomi Tinggi, Eko Wulandanu Ajak Pemuda Bisnis Pertanian

Anggota Komisi I DPRD Kukar Eko Wulandanu ajak pemuda tekuni bisnis sektor pertanian
(Foto: Istimewa)

Belum banyak pemuda yang melirik bisnis pertanian di Kutai Kartanegara (Kukar). Ini menjadi perhatian tersendiri dari Eko Wulandanu anggota Komisi I DPRD Kukar.

Eko yang ditemui di ruang kerjanya pada Senin (08/03/2021) lalu mengatakan, pemuda harus mengubah mindset, sebab bisnis di sektor pertanian jika ditekuni akan sangat prospektif.

"Anak-anak muda ini selalu fokusnya pengen jadi karyawan, jadi pegawai, bahkan rela jadi tenaga honorer, kan sayang. Pertanian ini sektor menjanjikan dan saya ingin membuka imej itu. Ini bukan petani tapi bisnis pertanian," ucapnya.

Kader Partai Persatuan Indonesia (Perindo) ini memastikan jika bisnis pertanian bisa bersinergi dengan sektor pariwisata dan dunia usaha.

"Kita harus punya mental-mental pengusaha kalau mau ekonomi di Kukar ini cepat maju. Buat anak-anak muda itu punya pemikiran yang mandiri," tukas Eko.

Politisi beratar belakang pengusaha ini lantas  merekomendasikan pengembangan tanaman porang yang merupakan tanaman umbi-umbian. Bukan tanpa alasan, sebab ia telah melakukan penelitian porang di pulau Jawa.

"Kita menciptakan varian baru, normalnya porang itu 3 tahun baru panen. Kita lakukan penelitian di Sleman ternyata 8 bulan sudah panen. Setelah diteliti kualitasnya sama dan berat juga sama, jadi memangkas operasional dan waktu sehingga cash flow tetap jalan," ungkapnya.

Keberhasilan tersebut dilanjutkan dengan penanaman selama 1 tahun diatas lahan seluas 5 hektar yang diberi nama porang Sleman Boy. Hasilnya, dalam kurun waktu 8 bulan porang kembali di panen . 

Sleman Boy pun menarik perhatian berbagai pihak, mulai dari Gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) Sri Sultan Sultan Hamengkubowono X, Kementerian Pertanian, Universitas Gadjah Mada (UGM) hingga Institut Teknologi Bandung (ITB).

"Yang ngajak kerja sama juga banyak tapi saya tolak. Saya mau copy paste pindahin dari Sleman ke Kukar. Nah di Kukar Alhamdulillah berhasil tapi tidak dalam skala besar, kira-kira 2 bedeng, karena karakter tanah di Sleman dengan disini beda, makanya kita penelitian lagi, penyakitnya juga beda tapi tanamannya hidup," beber Eko.

Bisnis porang menurutnya sangat menjanjikan dan bisa mengangkat nilai ekonomi bagi petani. Pemasaran hasil panen juga tidaklah sulit, sebab di pulau Jawa ada 17 titik pabrik yang siap menampung. 

Porang yang diambil umbinya ini pun bisa dijual dalam bentuk basah atau chips (irisan tipis) atau dalam bentuk tepung.

"Tinggal kita mau yang mana, kalau yang tanpa diolah kita jual umbinya, tapi kalau bentuk chips pabriknya kita siapin lagi. Kalau mau lebih menguntungkan lagi dalam bentuk tepung tapi pabriknya harus besar dan itu sudah bisa ekspor " ujarnya.

Meski di Kukar sendiri telah ada pihak yang mengembangkan tanaman porang, namun menurutnya hal itu bergantung dari seberapa cepat masa panen dan prosentase tingkat keberhasilan.

"Kalau penelitian saya 99 persen bibit yang saya kembangkan itu hidup, karena bibit yang saya beli nggak langsung ditanam tapi dikarantina dulu sebulan, dalam karantina itulah ada proses penepungan anti bakteri, anti kekeringan dan anti penyakit," kata Eko.

Porang sendiri digunakan sebagai bahan baku membuat mie, kue, teriyaki, dan bisa menjadi pengganti makanan pokok beras karena kandungan karbohidratnya yang rendah dan bergizi tinggi, inilah yang membuat porang di ekspor ke luar negeri seperti Jepang, Cina dan Eropa.

Meski demikian, pengembangan tanaman porang harus intensif, apabila dilakukan secara manual maka baru bisa dipanen saat menginjak 2 tahun, karenanya pengelolaan porang harus secara modern menggunakan alat-alat pertanian.

"Hanya persoalannya adalah ketersediaan bibit sangat terbatas dan mahal. Ini perlu peran serta pemerintah memberikan subsidi kepada petani," jelasnya lagi.

Eko pun punya misi untuk memberikan edukasi agar petani tidak termakan informasi yang menyesatkan sshingga menghambat keberhasilan dalam  mengembangkan porang. 

"Memang harus menunjukkan seberapa besar keberhasilan kita supaya masyarakat mau mengikuti jejak kita. Padahal sebenarnya sudah jalan, tapi saya melihat kualitas porang yang ada itu daunnya masih kuning, harusnya hijau. Jadi banyak faktor lain supaya subur dan harus dikelola dengan intensif," tutur Eko.

Dengan banyaknya lahan yang tersedia di Kukar, pengembangan porang diakuinya sangat potensial bahkan bisa mengundang investasi, apalagi dalam 1 hektar lahan mampu menghasilkan 65 ton porang saat panen, hanya saja kendala distribusi pemasaran memerlukan biaya.

"Tapi sudah kita hitung semua itu (transport, red) dan masuk keuntungan hitung-hitungan bisnis saya,"  tandasnya. (end)

Tidak ada komentar:

Write a Comment


Top